TEMPO.CO, Jakarta - Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe blak-blakan menjelaskan alasan di balik penggantian nama PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk. atau IATA menjadi PT MNC Energy Investments Tbk.
Pergantian nama itu juga seiring dengan perubahan kegiatan bisnis utama perseroan dari semula di bidang pengangkutan udara niaga dan jasa angkutan udara, menjadi perusahaan yang bergerak di bidang investasi dan perusahaan induk, khususnya di sektor pertambangan batu bara.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar hari ini, Hary Tanoe menyebutkan perubahan bisnis IATA ini dilakukan untuk memitigasi kerugian akibat pandemi Covid-19. Selain itu, perusahaan juga melihat peluang di sepanjang 2021 saat harga batu bara global terus menguat.
“Bahkan memasuki semester kedua hingga menjelang akhir tahun, harga mineral ini melesat tinggi hingga menyentuh harga tertinggi sepanjang masa,” kata Hary Tanoe dalam konferensi pers, Kamis, 10 Februari 2022. Terkait hal itu, rapat menyetujui perubahan nama perusahaan agar lebih merefleksikan kegiatan usaha dan memperkuat posisi perseroan dalam industrinya.
Perseroan juga telah mendapat restu dari pemegang sahamnya untuk mengambil alih 99,33 persen saham PT Bhakti Coal Resources (BCR) dari PT MNC Investama Tbk (BHIT) dengan total nilai akuisisi Rp 2 triliun.
BCR adalah perusahaan induk dari sembilan perusahaan batu bara dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, yang meliputi PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal (BSPC) dan PT Putra Muba Coal (PMC).
Hary menjelaskan kedua perusahaan itu sudah beroperasi dan aktif menghasilkan batu bara dengan kisaran GAR 2.800 – 3.600 kkal per kilogram. Dengan total area seluas 9.813 hektare, BSPC memiliki perkiraan total sumber daya 130,7 juta metrik ton, sementara PMC memiliki 76,9 juta MT.
"Dengan perkiraan total cadangan masing-masing sebesar 83,3 juta MT dan 54,8 juta MT,” kata Hary Tanoe.